Sabtu, 25 Juli 2009

Laptop 2 Layar Yang Keren

Copas dari http://eksplorasi-dunia.blogspot.com
Buat Kaitoicha, lw keanya bakalan tertarik.

Pada pameran CES (Consumer Electronics Show) yang akan diselenggarakan pada tanggal 5 Januari 2009, vendor laptop Lenovo berencana untuk memamerkan jajaran laptop ThinkPad terbaru mereka yang diberi nama W700ds. Yang menarik dari laptop tipe desktop replacement ini adalah tersedianya dua layar — yang pertama adalah layar 10.6 inci yang bisa disembunyikan di belakang layar utama yang berukuran 17 inchi. Sesuai dengan namanya W700ds, "ds" adalah kependekan dari "dual-screen".



Laptop ini menggunakan prosesor Intel Core 2 Quad yang dikombinasikan dengan kartu grafis NVIDIA Quadro FX 3700M. Memori RAM DDR3 dimaksimalkan sampai 8 GB dan Anda akan memperoleh media penyimpanan sebesar 960 GB berbasis SSD atau HDD. Beratnya adalah 4.9 Kg, hampir tiga kali lipat berat laptop normal.

W700ds juga dilengkapi WACOM digitizer yang biasa dikenal sebagai electronic drawing pad (alas gambar elektronik) dan color calibration (aplikasi untuk melakukan kalibrasi warna).
Apabila Anda bertanya-tanya tentang guna dari layar WXGA (768 - 1280) 10.6 inci ini, Wes Williams, manajer penjualan produk global ThinkPad mengatakan bahwa:

"Orang-orang yang menggunakan komputer segmen atas, baik yang berprofesi sebagai fotografer profesional ataupun di bidang lain, semuanya menggunakan dua layar di desktop mereka."

"Yang ingin kami lakukan dengan membuat sebuah mobile workstation ini adalah untuk memberikan mereka pengalaman yang sama. Bukan saja karena Anda membutuhkan layar terbaik, kapabilitas grafis terbaik, prosesor terbaik dan hard disk RAID pada sebuah workstation, tetapi akan sulit bagi mereka untuk kembali bekerja dengan satu layar saja."


Williams juga menjamin kalau layar WuXGa 17 inci akan lebih terang dan lebih berwarna dibandingkan layar laptop lain. Layar utama memiliki keterangan sekitar 400nits yang lebih terang dari layar dari laptop apapun yang ada di pasaran, ditambah layar ini memiliki kekayaan warna sampai dengan 72% dari Adobe RGB yang lebih baik dari laptop lain.

Williams mengklaim kalau laptop ini tetap dingin walau saat menjalankan aplikasi-aplikasi berat, karena W700ds mengemas dua kipas dan dua sistem pengurang panas.



Melihat spesifikasi dan fitur-fitur di atas, tentunya harga Thinkpad W700ds ini sangat tinggi. Dan memang pihak Lenovo sendiri menargetkan laptop ini untuk para pekerja profesional fotografi, desainer grafis 2D dan 3D dan animasi yang biasanya menggunakan aplikasi dengan spesifikasi perangkat keras yang berat.

Untuk harga dari perangkat ini sekitar $3,600.

Jumat, 24 Juli 2009

GW DAPET SPICE!!! Dan oh yeah, gw nyolong listrik sekolah

Hahaha. HAHAHAHA.

*intro geje*

Akhirnya pencarian banting keringat peras tulang di 4shared berhasil juga. Gw berhasil ngedapetin SPICE-nya Len Karaoke Ver, nyahaha >D *digebuk dari belakang sama Asami Shimoda*. Bagi yang mau donlot cari aja disini, ya.

Tapi kenapa ya, Aku no Musume di 4shared gak ada sama sekali. Yang ada malah karaokenya. Bah. Itu mah gak berarti buat gw selama gw belum apal liriknya. Yo wes lah. Gw toh gak terlalu seneng Aku no Musume, denger lagunya gw merinding.

Dan btw,
Gw ngiler ngeliat Rin nge-dance Meltdown di Youtube.

Gila, dancenya seru banget. Jadi pengen ngapalin. Gw sih baru nyampe "honto ni yokatta noni ne", udah mati duluan. Gyahh, yang seterusnya dancenya random banget. Gimana cara ngapalnya tuh. Keknya ada beberapa gerakan yang ngikut Hare-Hare Yukai deh. Yang gerakan di Meltdown "subete ga kyuusoku ni kawaru" itu niru bagian Hare-Hare Yukai yang "chikyuugi wo tokiakashitara", sementara bagian Meltdown "yaketsuku youna ino naka" jelas niru Hare-Hare Yukai di bagian "ashita mata au toki warainagara HUMMING". Ato mungkin yang bikin sama yah? Tahu ah. Yang jelas, video laknat itu ada disini.

Sayang sih, gw gak bisa nampilin video langsung dari Youtube. Cuih cih.

Eniwei,
tadi gw sama Kaitoicha nyolong listrik sekolah.

Yah, tuh anak kan bawa notebook ke sekolah buat bikin proposal (notebook itu mulai sekarang kita panggil saja Len-kun...yang punya yang kasih nama. Wajar sih, gw juga dari dulu berencana pengen namain calon notebook gw nanti *kea mau bikin anak*). Nah, mulanya sih Len-kun digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku--buat bikin proposal OSIS. Lalu rapat OSIS selese dan dari kepala kami berdua mencuat tanduk setan.

Kami berdua minta dijemput jam tiga (padahal rapat berakhir sekitar jam 2-an. Mungkin malah kurang). Terus kami kembali ke ruang 9A yang sekarang kosong, DAN MAENIN LEN-KUN PAKE LISTRIK SEKOLAH. NYAHAHAHAHAHA. *ditabokin guru-guru*

Bener-bener deh dua individu tercerdas di SMP ini.

*dilindes satu sekolah*

Jam tiga Kaitoicha pulang dan gw ditinggal sendiri di skul, ketawa ngakak sampe kehabisan nafas ngeliatin Maitsa sama Ika yang ngemaenin bel sama mic sekolah padahal guru-guru lagi rapat, lol. Bu Jas mangap ngedenger gw nyanyi Meltdown dengan pitch tinggi banget yang sangat laknat itu *tendang Rin* *digiles road-roller*

Duhh, lagi capek banget nihh. OL juga males kea apa.
Ngafalin Magnet dulu ahh.

Senin, 20 Juli 2009

Uhuuyy~ *judulgejebanget.com*

Konnichiwa minna~ =_=

Jiah, siang ini rasanya lambaaaaat banget. Mau ngapa-ngapain males. Pengen search artikel buat Tia, males juga. Kompi lemot total. Internet juga lagi.

Gw kan download Meltdown-nya Rin, Nebula-nya Miku, sama Magnet-nya Miku-Luka tuh. Jalannya lambat banget. Lha wong gw liat di statistik aja cuma sekitar 3-10 KB/s. KECEPATAN APAAN TUH. Biasanya juga 30-an kok.

Makanya, gw donlot Meltdown aja bisa sejam sendiri. Tapi syukur deh, dapet juga New Divide-nya Linkin Park yang gw incer dari dulu XD Sejak pertama kali denger di Transformers 2, udah langsung seneng. Hidup Linkin Park XDDDD

Dooh, lagi addict sama TimTam Crush neh. Gw makan terus dari pagi, sampe mulut gw jadi kerasa coklat. Dan percakapan tolol gw dan Iguana pun berlanjut.

Gw: Ah, Gu. Gw lagi seneng banget makan TimTam nih.
Igu: Apaan? Yang Crush?
Gw: Kok tahu?
Igu: Gw juga lagi makan soalnya.
Gw: ...

Dan setelah ngomongin berbagai hal (Vocaloid, Kaitoicha, situs-situs keren, Kaitoicha, Pensil yang bagus buat gambar, Kaitoicha) kita ngebahas TimTam lagi.

Gw: Duh. Mulut gw jadi kerasa coklat banget nih.
Igu: Lw makan TimTam mulu dari tadi ya?
Gw: Iya. Sejak pagi.
Igu: Wah. Kalo lw gw cium pasti enak tuh, jadi rasa coklat.
Gw: ...=_=*

Sompret.

Yo wes lah, mari lupain Igu *ditakol* gw pengen ngelanjutin BCE ah. Terbengkalai nih. Padahal sumpah sebentar lagi selesai lho. Bagi yang mau pesen, berarti nanti donlotnya harus rada sabar ya. Filenya lumayan gede buat ukuran Word. Belum lagi buat kover. Hwaduhaduhaduh. DNK juga menanti lagi buat diterusin. Hahh. Ini aja tokohnya belom kelar semua. Gw masih susah ngebayangin Ayane bakalan kea apa, walaupun menurut bayangan di kepala gw dia seharusnya bakalan mirip Megurine Luka ^^; karena kalo gitu kesan sengaknya dapet banget. Udah gitu kan Luka kesannya bitchy gitu ya *ditusuk Kei*

Mana gw gagal lagi gambar Aoi. Watdepak.

Doooh, Magnet juga belom selese donlotnya. Tapi bentar lagi, tinggal berapa KB lagi. Udah ya, mau nyari berbagai lagu yang gw tinggal dulu selama tujuh bulan ^^; habisnya, gw nggak berani nyentuh Vocaloid sama sekali selama berantem sama Kaitoicha, saking takutnya...

*headdesk* KOK BELOM SELESE SEH DONLOTNYA?! AAAARRRRGGGHHH *exits to vent out frustration, screaming and flailing fists up high*

Minggu, 19 Juli 2009

Jing-Le Bells (DNK) NC-17 [Part 3]

“Aku dapet apaan nih?” Iguana membuka kotak yang dijulurkan Nagini dengan penuh gaya. Sesaat kemudian ia menjerit senang seperti anak gadis. “SS2 Rifle! Senjata yang kuincar dari dulu! Kau dapat di Zweihander ya?”

“Ya iyalah. Di Zweihander, aku bisa menemukan semua senjata dari seluruh penjuru dunia.” Nagini menatap Ryuuji. “Aku tak bisa menduga apa kesukaanmu, Ryuuji, tapi kubelikan kau ini. Aku coba mengontak Dragon Town untuk bisa mendapatkannya.”

“Apa ini—wah,” Ryuuji tersenyum senang. “Satu set biskuit seri senjata. Aku selalu mengangankan memiliki sekotak untuk disantap dengan teh hangat.”

“Kalau begitu mari kita ke rumahku dan menghangatkan diri,” ajak Icha. “Aku dan Nagini baru saja menyeduh teh. Dan ada puding apel panggang yang bisa kita makan. Aku sudah bikin kustar.”

Ryuuji nyengir. “Kalau begitu tunggu apa lagi?”

Maka mereka berempat berjalan menuju rumah Icha dan Nagini, tertawa-tawa riang membayangkan banyak makanan lezat untuk disantap nanti—dan satu malam menyenangkan yang bisa mereka lewati.

***

Icha terbangun, matanya terasa sangat berat karena kantuk. Apa yang terjadi? Dia nyaris tidak ingat. Ia merasakan tempat ia tidur. Lembut, hangat, familier. Dia tidur di kamarnya, di tempat tidurnya sendiri. Bagaimana dia bisa sampai ke sana? Icha meraba ke sebelahnya dan mengejang kaget. Ryuuji di sebelahnya. Pemuda yang bertelanjang dada itu tertidur lelap. Ingatan perlahan menghujani Icha. Genggaman tangan Ryuuji yang terasa hangat di pergelangan tangannya, rasa manis lidah Ryuuji di lidahnya, tangan yang menggerayang di atas tubuhnya—

Icha turun dari ranjang, menyadari bahwa ia hanya setengah berpakaian. Tentu saja, ia tahu apa yang terjadi tadi malam—ini sekitar jam tiga pagi—dan kuharap kau mengerti apa maksudku, supaya aku tidak perlu menjelaskannya. Icha memakai jaket asal-asalan tergantung di bahunya dan memandang ke tempat tidur Nagini di seberang ruangan. Tempat tidur itu kosong, dan seprainya masih rapi. Kasur itu masih belum ditiduri. Icha mengendap-endap dan mengintip dari celah pintu kamar yang sedikit terbuka. Iguana dan Nagini tertidur di sofa, berada dalam posisi sendok—keduanya berhadapan ke arah yang sama, tangan Iguana di pinggang Nagini. Jaket Nagini dan Iguana sudah dilepas, dua-duanya tergantung di bagian punggung sofa—tapi mereka berdua masih berpakaian. Iguana tidak melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan Ryuuji kepadanya. Icha mendesah, menutup pintu rapat-rapat, merasa pusing dan agak malu.

Pasti akibat alkohol. Icha ingat Nagini menyodorkan minuman itu ke depannya, dan Ryuuji dengan lembut dan menggoda membujuknya untuk meminum cairan laknat itu…membuatnya hilang akal sehat. Ryuuji dengan mudah bisa membawanya pergi. Dan tentu saja, Nagini dan Iguana tidak akan mencegah…mereka berdua toh punya urusan sendiri…

Icha kembali ke tempat tidurnya, menyusup ke dalam pelukan sang pemuda berambut kuning yang tertidur. Yang jelas ia harus tidur dulu, baru memikirkan masalah ini dalam-dalam. Ia toh bisa bicara dengan Ryuuji nanti.

Bukan untuk marah-marah. Ia tak tahu mau bicara apa.

Yang jelas, ia tahu ia akan bicara. Tapi semua itu bisa menunda pagi nanti. Atau siang, atau malam. Atau sebulan lagi, setahun lagi juga bukan masalah.

Biarkan dia dalam kehangatan pelukan Ryuuji untuk sesaat saja.

-end-

[MAKJONG KENAPA GW MALAH BIKIN NC-17 MAKJOOOOONGGGG!!!!! *headdesk*

Asli padahal tadinya gw mau bikin romance aja. ASELI. Tadinya tuh endingnya mau mereka berempat ketiduran di sofa tumpuk-tumpukan gitu, dengan keadaan dapur berantakan abis. Yeah, tadinya maunya gitu.

Kok jadinya gini yah. Tahu ah. Cha, jangan bunuh gw, oke? *sembunyi di balik Igu*

MUNGKIN INI AKIBAT DENGERIN SPICE SEPANJANG HARI. Len sialan.

Tahu ah tahu ahh. Yang jelas kalo masih anak-anak jangan ngebaca ini yaaa *towel-towel sok suci* *digampar*

Jangan sampe guru gw ngebaca iniiiehhhh *crossfinger*]

Jing-Le Bells (DNK) NC-17 [Part 2]

“Tidak, tapi ini enak banget, sumpah,” Nagini mengambil satu lagi. “Akhirnya ada orang lain yang memberiku hadiah Natal selain buku. Kenapa tidak ada yang memberiku sesuatu yang dibuatnya sendiri?” Nagini merengut.

“Hadiahku tidak sebanding dengan batu Nagamani,” sergah Icha, menyelesaikan dekorasi kuenya.

“Paling tidak kau buat sendiri, dengan begitu menjadikannya satu-satunya di dunia,” kata Nagini halus. “Vasuki bisa menumbuhkan batunya kembali, dan dalam jangka waktu beberapa tahun, akan ada penyihir yang mencuri Nagamani lagi. Kalung itu tidak selangka yang kau pikir, walaupun mendapatkannya terlihat sulit.” Nagini mengambil teko air dan menjerang teh. “Sementara sesuatu yang dibuat sendiri tidak akan ada bandingannya di seluruh dunia.”

Icha tidak ingin membantah argumen itu. “Omong-omong, hadiah apa yang akan kau berikan kepada Iguana?”

Nagini nyengir. “Sesuatu yang kudapat dengan koneksi di Zweihander. Aku pernah membantu si pemilik toko.” Nagini melirik oven. “Apa yang sedang kau masak disana?”

“Kau akan menyukainya. Kurasa sudah cukup matang,” Icha menghampiri oven dan mengeluarkan apel panggang. Daging buah itu rapuh, putih dan lembut, sedangkan mentega dan gula telah membuat apel itu manis. Icha juga sudah membuat kustar (susu-telur manis) dan krim untuk melengkapi apel panggang itu. Icha menyajikan dua apel ke dua piring, memberi sausnya, dan memberikannya ke depan Nagini. Nagini menyantap sesendok. Ia mengerjap.

“Ini,” engahnya. “adalah puding Natal paling enak yang pernah kurasakan.”

Icha tersenyum sebagai jawaban dan menyantap satu. Ia sendiri juga bangga dengan puding itu, walau tidak mengatakannya keras-keras.

“Jadi, apa kau juga akan memberikan biskuitmu kepada Ryuuji?” tanya Nagini mendadak, membuat Icha langsung tersedak. Nagini menyodorkan secangkir teh.

“Terima kasih,” Icha meneguknya, lalu ketika menurunkan cangkirnya, wajahnya sama merahnya seperti baju yang dipakainya. “Yah, kurasa iya. Aku tak punya uang untuk membeli sesuatu untukmu dan dia.”

“Aku jatuh cinta dengan biskuit itu,” Nagini menjungkirkan kursinya pada dua kaki belakang, memandang Icha dengan binar jenaka. “Dan kurasa harusnya Ryuuji juga begitu. Pilihlah biskuit yang paling bagus buatannya dan yang paling tidak gosong, hias seindah mungkin dengan decopen, lalu berikan padanya.”

“Apa kau pikir dia akan senang?” Icha memandang Nagini sedih.

“Hei, aku sudah membongkar rahasia kepribadian lelaki sejak aku duduk di taman kanak-kanak. Apakah kau tidak percaya padaku?”

Icha memandang gadis glamor yang mengedipkan mata itu, dan seketika percaya. Bagaimanapun, Nagini mengenal jiwa lawan jenisnya hampir seperti ia mengenali tangannya sendiri. Ia bangkit dan berlama-lama memilih biskuitnya, mengambil yang paling besar dan memasukkan yang kecil-kecil ke dalam plastik berhias, lalu mengikatnya dengan pita sederhana. Terakhir ia memeluk leher Nagini singkat, lalu menyambar syal dan jaket dari gantungan di samping pintu.

“Terima kasih!” dan ia menghilang.

Nagini tersenyum ke arah pintu yang menutup, lalu menghirup tehnya lagi.

***

Icha berlari kecil di sekitar komplek Fighter Academy yang seluas desa kecil itu. Bukan tabiat Ryuuji dan Iguana untuk tinggal di rumah saat malam Natal—mereka pasti keluyuran kemana-mana. Bahkan Nagini seharusnya juga keluyuran, tapi ia pulang, tentu saja, karena tahu Icha menunggu di rumah. Dulu ketika Nagini hidup sendirian, ia bisa pulang pagi dengan kesadaran sudah nyaris hilang karena mabuk. Keberadaan Icha-lah yang mencegahnya untuk tidak mabuk-mabukan setiap malam seperti dulu—yeah, dia masih mengkonsumsi minuman keras, tapi tidak sesering dulu lagi—dan ia juga tidak pernah pulang pagi. Paling banter tengah malam.

Ia sedang melewati taman bermain ketika mendengar suara bola yang ditubrukkan ke pohon. Siapa yang ingin bermain bola di luar saat malam Natal—kecuali, tentu saja, Ryuuji? Icha menoleh. Benar dugaannya, itu memang Ryuuji, kedua tangannya di kantong sementara kakinya memainkan bola sepak dengan piawai.

“Ryuuji!” Icha berlari menghampirinya. Lalu sosok lain muncul dari balik pohon.

“Hei, Laevaeisen!” sapa Iguana. “Apa kabar? Sedang apa kau diluar saat malam Natal? Setahuku kau bukan Nagini.”

Aduh, gawat. Dia kan tidak menyediakan apapun untuk Iguana. Icha mencoba bersikap tenang.

“Jangan panggil aku Laevaeisen kenapa. Bagaimanapun kau kan sudah kenal aku.”

“Baik, baik,” Iguana menatap Ryuuji dan Icha bergantian. “Jadi, kenapa kau keluar malam, Icha? Mau ke rumahku? Aku lapar banget nih.”

“Ng, kalau begitu makan saja ini,” Icha mengeluarkan bungkus biskuit dari kantong jaketnya. “Kebetulan aku sedang bereksperimen dengan biskuit.”

Ryuuji memandang biskuit di kantong transparan itu dengan mulut ternganga, wajahnya bersemu sedikit. Iguana bergerak gelisah, merasa ia sangat mengganggu.

“Euh, aku pulang ya?”

“Jangan!” cegah Icha. Keadaan akan menjadi canggung kalau Iguana pergi. “Cicipi saja kueku. Bagaimanapun aku butuh pendapat banyak orang.”

“Kau yang buat, nih?” Ryuuji mengambil kantong kue itu dan memandangnya. “Bisa dimakan nggak?”

“Jahatnya! Aku membuatnya dengan mengorbankan sepuluh jariku!”

“Buset, bikin biskuit aja jari nyaris ancur gitu. Aku jadi kepingin lihat rupa tanganmu setelah membuat kue tart.”

“Sudah ah, Ryuuji, mending dimakan biskuitnya.” Iguana memiringkan kepalanya. “Aku boleh ambil kan, Cha? Boleh? Baiklah,” ia merogoh kantong di tangan Ryuuji dan menggigit satu biskuit. “Hei, ini tidak buruk! Enak juga, Cha!”

Icha tersenyum ceria. “Bener kan? Nagini aja muji.”

“Minta lagi, dong—“ Iguana mencoba mengambil satu biskuit lagi, tapi Ryuuji menjauhkan kantong biskuitnya.

“Enak aja…” Ryuuji merengut, wajahnya makin bersemu. “…ini kan buat aku!”

Hening sejenak. Lalu Icha langsung menunduk, telinganya tampak seperti sayatan daging mentah, sementara Iguana tergelak-gelak.

“Coba, Ryuuji, tadi bilang apa? Kurang kedengeran…”

“Iguana apaan sih?!”

“Ini lagi bertiga malah ribut-ribut disini. Nggak kedinginan ya?” terdengar suara dalam yang dewasa dan Icha mendongak. Iguana dan Ryuuji berhenti bergumul di tengah udara. Nagini tersenyum, tangannya menenteng satu kantong belanja warna coklat. “Hai, Ryuuji. Sebaiknya makan semua biskuit itu sebelum dingin dan tidak enak lagi. Icha sudah susah payah membuatkannya untukmu. Omong-omong,” Nagini memandang Iguana, sama sekali tidak menyadari perubahan ekspresi yang terjadi di wajah Icha dan Ryuuji ketika ia berbicara—wajah keduanya berpendar seperti matahari terbenam. “Nih, Igu-kun. Kubelikan kau ini, mumpung aku lagi punya duit.”

Jing-Le Bells (DNK) NC-17 [Part 1]

[Hei semua, Sasha Kieselstein ish baa~ck XD gw lagi ngalor ngidul kea orang geje gini, terus memutuskan buat bikin fanfic singkat-nya Delta No Kira. Setting cerita ini pas mereka masih kelas 2 SMP--jadi Nagini dan Icha udah ketemu sama Ryuuji dan Iguana (Icha ketemu Ryuuji pas SD, Nagini ketemu sama Iguana pas kelas 1 SMP). Nagini dan Icha juga belum bertengkar, mereka masih sama-sama murid di Fighter Academy, tapi FA waktu itu belom asrama--jadi Nagini sama Icha tinggal serumah, sementara Ryuuji dan Iguana serumah di rumah laen. Nagini sama Icha udah masuk Delta, tapi waktu itu Delta masih normal, dan Icha juga belom jadi ketuanya (Icha jadi ketua pas mereka beranjak SMA). Cerita gak jelas ini romance normal. OMG gw udah lama kehilangan sense normal gw ;A; kebanyakan yaoi keanya...orz]

***

Benda putih melayang turun, hinggap di tangan telanjang Icha yang mulai membiru.

Gadis itu mendongak. Butiran-butiran salju yang lain, serupa tapi tak sama, turun merayap pelan-pelan ke jalan batu. Cuaca memang sudah mulai mendingin. Ia ingin cepat-cepat sampai rumah. Icha merapatkan baju hangatnya dan mulai berlari kecil menuju rumah kecilnya yang hangat.

Hari ini tanggal 24 Desember, malam Natal. Ia mungkin akan merayakannya sendirian lagi, seperti tahun lalu. Ah, tunggu. Bukankah Nagini tinggal bersamanya? Tapi tidak, gadis itu sesibuk lebah pada malam musim semi. Berani taruhan, dia pasti belum pulang ketika Icha tiba di rumah nanti. Bagaimana dengan Ryuuji? Icha bisa merasakan wajahnya menghangat ketika mengingat itu. Ah, Ryuuji--

--mana berani Icha mengajaknya pergi?

Icha membuka pintu rumah. "Aku pulang."

Tidak ada jawaban. Nagini memang belum pulang. Bodoh sekali mengharapkannya pulang dibawah jam tujuh. Icha menaruh barang bawaannya di meja makan, lalu menandai kalender. Setelah menghidupkan heater di ujung ruangan, ia duduk di kursi sambil membuka lasagna dingin yang baru ia beli tadi. Icha ingin menghemat pengeluaran dan hanya membeli makanan yang cukup murah. Menyantap makan malamnya tanpa berselera, ia merenung. Bagaimanapun, ini Natal. Masa ia tidak membelikan apa-apa untuk Nagini? Tapi ia defisit--benda apa yang cukup murah tapi bermutu untuk dihadiahkan kepadanya? Nagini selalu punya uang--gadis yang hidup glamor dan menyukai dunia malam itu, anehnya, selalu punya uang. Mungkin karena ia kerja sambilan. Sementara Icha sendiri lebih fokus pada kegiatan Delta--dan Delta kan tidak memberikan gaji. Nagini mengikuti Delta hanya jika kegiatannya menurutnya menarik. Gadis berambut cyan itu malah terkadang hanya peduli pada seberapa banyak imbalan yang ditawarkan.

Icha beranjak ke kulkas dan membukanya. Bisa dilihat, sebagian besar barang yang ada didalamnya milik Nagini. Nagini selalu menstok bahan makan malam, belum lagi ditambah berbagai minuman--beberapa diantaranya minuman keras, yang dijauhi Icha sekuat tenaga--dan makanan kecil yang bisa dimakan sambil menonton televisi malam-malam. Burito, nachos, brioche, mi cup instan. Tapi Nagini selalu membolehkan Icha mengambil apa saya miliknya di dalam kulkas.

"Apa yang ada di dalam kulkas berarti milik kita berdua. Kalau ada sesuatu yang aku tak ingin kau memilikinya, pasti kutaruh di kamar."

Nagini selalu berkata begitu. Tapi kecuali ia benar-benar lapar dan kehabisan makanan, Icha mengusahakan memakan makanannya sendiri. Bagaimanapun, semua makanan itu hasil jerih payah Nagini bekerja sambilan. Icha mengintip lagi ke dalam kulkas, mencari minuman yang ia miliki. Ah, soft drink terakhir miliknya sudah habis kemarin. Dengan enggan, Icha meraih sebotol teh dingin punya Nagini, menghindar dari kaleng-kaleng minuman keras yang berderet di sampingnya, lalu meneguk teh itu. Selanjutnya, ia merogoh ke almari, mencari kue sisa kemarin. Ia membuka kotaknya. Yang tersisa tinggal remah-remah.

“Ah,” ia bicara sendiri. “Kelihatannya Nagini memakannya tadi malam.”

Ketika Icha membuang kotak kue itu ke tempat sampah, ia mendapat ide bagus. Kenapa ia tidak membuat saja biskuit untuk Natal? Bagaimanapun, Nagini suka makanan manis, bisa dibuktikan dari kemampuannya menghabiskan sekotak besar biskuit dalam waktu semalam. Icha mengeluarkan semua belanjaannya dan, sambil memeriksa almari dan kulkas beberapa kali, mendapatkan semua yang ia butuhkan. Mentega, gula, telur, tepung. Dimana terakhir kali ia menyimpan decopen? Dan kuas kue? Ah, ini dia, dibawah almari. Setelah memastikan semua yang ia butuhkan ada, ia mulai bekerja.

Ia mencampur mentega, gula, putih telur, dan tepung dalam satu mangkuk besar, lalu mengaduknya perlahan. Setelah adonannya lembut dan rata, Icha memasukkannya ke dalam kulkas selama setengah jam. Sambil menunggu, ia menjerang air untuk membuat teh dan memanaskan decopen nantinya.

Setelah setengah jam, Icha mengeluarkan adonan yang sudah dingin dari kulkas dan menggilingnya diatas tatakan yang sudah ditaburi terigu, lalu mencetaknya dan menaruhnya hati-hati diatas loyang. Setelah memoles bagian atas biskuit itu dengan kuning telur, Icha memasukkannya ke dalam oven. Sementara menunggu biskuitnya dipanggang, ia berpikir lagi. Masih ada sisa apel di kulkas, bukan? Nagini membeli sekeranjang penuh ketika obral akhir musim gugur. Tinggal sisa apel yang masih hijau karena yang merah sudah habis dimakan dirinya dan Nagini. Apel hijau itu masam dan tidak akan enak untuk dimakan seperti biasa—tapi kalau tidak dimakan, apel itu akan segera busuk. Icha punya ide lain untuk memakan apel itu tanpa perlu menunggunya benar-benar masak.

Ia mengeluarkan apel-apel, itu, mencucinya, lalu—dengan menggunakan pisau khusus—mengeluarkan bijinya. Dimasukkannya apel ke dalam panci, dia bubuhi mentega sisa membuat kue tadi dan gula cokelat, lalu menunggu lagi sampai biskuit di dalam oven matang benar. Icha mengeluarkan biskuit dari dalam oven, dan ganti memasukkan panci berisi apel itu ke dalam oven.

Ketika ia sedang menghias biskuit dengan decopen yang sebelumnya sudah direndam dalam air panas, pintu menjeblak terbuka dan sesaat angin yang luar biasa dingin menghembus ke arah Icha sebelum pintu itu tertutup lagi. Di depannya, Nagini sedang berdiri, membawa dua tas belanja di kedua tangan dan satu tas lagi digigitnya—saking penuhnya tangannya.

“Haku hulang,” katanya tidak jelas sebelum menaruh tas-tasnya di meja dan merosot kelelahan di kursi. “Toko kado di Eriole penuh sesak. Aku nyaris tidak bisa menyelinap di antara para pembeli yang bersemangat untuk mengambil souvenir bagus—padahal kau tahu betapa kurusnya badanku.”

Nagini bicara jujur dan Icha tahu itu. Badan Nagini langsing dan dia selincah kucing, Icha sendiri tak bisa membayangkan Nagini susah bergerak. Pasti Eriole benar-benar penuh sesak.

“Apa yang kau belikan untukku?” Icha nyengir, kembali memandang biskuit yang sedang ia hias.

“Nih,” Nagini mengeluarkan kotak dari tas belanjanya. “Butuh waktu lama untuk membujuk yang punya melepas ini dengan harga yang cukup pantas. Eriole memang punya banyak penyihir, tapi pelit-pelit semua.”

Icha meletakkan decopen dan membuka kotak itu, lalu mengeluarkan benda yang ada di dalamnya. Rantai emas berkilauan, dengan liontin batu permata berkilauan yang dipoles dengan ketekunan luar biasa. Ini bukan buatan tangan—pasti sihir.

Melihat Icha yang menatap lekat-lekat liontin kalung itu, Nagini menjelaskan. “Itu batu Nagamani asli yang diambil langsung dari dahi Vasuki, raja ular di lepas pantai Negeri Lemuria. Batu legendaris yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit selama kau memakainya.”

“Setahuku batu Nagamani mengambil kekuatan dari manusia jika ia akan menyembuhkan seseorang,” Icha menatap curiga ke arah Nagini.

“Memang,” kata Nagini enteng, menaruh belanjaan malam Natal-nya di dalam kulkas. “Sudah kuatur agar ia mengambil alih kekuatanku jika sesuatu terjadi padamu—yah, selama kau memakainya.”

Itu merupakan sebuah hadiah yang tak ternilai harganya, belum lagi ditambah dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan Nagini ketika mencari, membujuk sang empunya untuk melepas kalung itu, dan membelinya dengan harga selangit—dan Icha ternganga tak bisa bicara. Nagini kelihatannya tidak sadar sama sekali.

“Jadi,” ia menoleh dan memandang biskuit di loyang. “Apa itu hadiah untukku?”

Icha tergagap. “Ini…”

“Kalau iya, bagus deh,” Nagini mencomot satu dan memakannya dengan senang. “Aku tidak tahu kau bisa masak, Icha.” Ia mengerjap. “Hei, ini lezat. Rasanya tidak buruk. Kerja bagus!”

“Yah, aku memang tidak bisa masak,” Icha nyengir dan menunjukkan tangannya yang melepuh dan berdarah dimana-mana. “Padahal cuma kue saja tapi bisa separah ini, menakjubkan benar kemampuanku.”

Kamis, 16 Juli 2009

Post Ke-100, Demo Ekskul, Dan Hari Kebangkitan!

Hallo every miauw. *ketularan Azumanga Daioh*

Ah well, seperti beberapa post yang lalu, gw menyampaikan tiga topik terpanas hari ini *ngerasa kea host acara gosip* dan akan gw mulai dari yang kurang penting dulu.

Pertama, ini adalah post di blog ini untuk yang keseratus. Wew, ternyata cukup lama juga yah gw nulis di blog ini. Mulai dari sedih, seneng, marah, sayang, benci, cinta, gw tumpahin semuanya tumplek blek disini. Tadinya rencana gw di post yang keseratus ini gw mau ngeganti template (ato malah ganti blog aja sekalian) tapi ternyata ada berbagai kendala--mulai dari gw yang males OL sampe "urusan" di sekolah yang mesti diselesein. Yah, improvenya kapan-kapan aja ya kalo gitu OTL

Kedua, demo ekskul. Besok ada demo ekskul buat anak kelas 7 di skul gw, dan tentu aja gw sebagai ketua jurnal yang baik hati dan tidak sombong *disepak Kak Ifu* ikut dalam pembuatan pertunjukan nanti. Gw sekarang harusnya bikin presentasi, tapi malah OL dengan tidak beradab *ditabokin anak jurnal* dan yeah, gw cinta abis-abisan sama pertunjukan jurnal nanti. Kita punya 4 MC yang dimajuin nanti. Lano, Tika, Maitsa, sama Dika. Yep, Lano cowok sendiri. Maitsa sama Dika gila abis, sumpah gaek. Gw lagi donlot Black Or White-nya MJ neh, buat kegilaan mereka besok. Mereka bakal kocak banget jadi MC, kami semua yang nonton aja nggelepak-nggelepak kehabisan nafas karena kebanyakan ketawa tadi pas gladi. Gw akan segera ngerjain presentasi setelah nulis berita ketiga.

Berita ketiga, HEADLINE!!! Apa yang sudah dinantikan oleh seluruh warga skul gw akhirnya terwujud juga. Yakk, GW SAMA LUKA BAEKAN. Hahahahah, jangan tanya gw gimana bisa. Malu-maluin. Yang jelas, gw udah melupakan Anti-MASTERplan sama sekali, dan Luka (gw harap) juga melupakan MASTERplan. Alesan, yeah? Gw masih berusaha mengorek keterangan darinya. Ini anak sumpah ngehindar terus kalo ditanyain tentang alesan. *sepak Luka*

Susah dipercaya? Gw tahu. Gw juga gak percaya, sampai sekarang masih nggak percaya. Apa yang terjadi andaikan sewaktu itu gw nggak melangkahkan kaki, gw nggak pernah mau membayangkan. Walaupun begitu gw tahu ini nyata, kendatipun sulit dipercaya, ini nyata. Gw akhirnya bisa kembali menggunakan nama Kaitoicha di blog ini lagi.

Kaitoicha ada dalam imajinasi gw lagi, tapi dia nyata, dia tidak jauh, sedekat nyawa. Gw tetep nggak bisa percaya itu suaranya yang terngiang di telinga gw, itu jemarinya yang bertaut dengan jemari gw, itu denyut nadinya yang mendetak di tangan gw, itu mata hitamnya yang gw bisa tatap akhirnya. Gw ngerasa sebagai individu lagi, bukan separuh nyawa yang melayang-layang kosong selama ini. Dan, gw tahu, ini memang hal yang pantas ditunggu dalam perjuangan dan deraan penderitaan selama berbulan-bulan.

Now my hearts in two...but I can find the other half.

Selasa, 14 Juli 2009

Kyaha~ Sankyuu~

Hahah, baru OL skarang neh =w= *boong banget* *ditabokin Shota*

Gw baru aja ngecek berbagai account yang gw punya: Gmail, DA, FB (gak gw apa2in yang satu ini. Punya friend aja kagak, gw gak niat bikinnya nih), blog-blog orang, dst. Gmail, gw sampe capek ngerjainnya. Banyak banget incoming message-nya, gak mungkin gw bukain atu-atu. Lagian sehari tuh email gw bisa dapet 15, masa gw tinggal tiga hari gw buka 45 message? Gempor duluan lahh.

Yah well, pokoknya, kerjaan gw sedikit terbantu karena Luka.

Di blognya dia bikin...er, fanart apa bukan yah...yang jelas dia bikin Kai (yang notabene OC-nya dia) tapi dalam versi DNK yang merupakan cerita gw. Bagus, gw bersyukur banget, karena gw gagal mulu bikin Kai *sepak Kai* *dibunuh yang punya* dan dengan ini, gw lumayan terbantu--apalagi gw gak usah ngedesain weapons lagi, karena Luka udah bikin. Puji tuhan, gw aja udah nyaris mati bikin pistolnya Igu, lahh masa gw ngedesain buat Kai lagi. Dengan fanart-jadi-jadian itu gw terbantu, karena gw masih harus ngedesain weapons buat Aoi =_= *headdesk* gw seh pengennya kea weaponsnya Black Rock Shooter, tapi keanya susah banget ya...liat Luka deh, kalo dia ada bikin weapons tersendiri buat Aoi, gw ngikut desain dia. Bagaimanapun ini kan OC dia.

And yeah, gw cukup seneng Luka memperhatikan DNK dengan baik. Ya, Kai merupakan seorang antagonis--sebelum dia sadar apa yang dia lakukan. Dia sadar kalo Masternya, Icha, menciptakan dan memanfaatkan dia untuk hal-hal buruk. Ketamakan Icha mempengaruhinya untuk membuat Kai sesempurna mungkin, maka ketua Delta itu memasukkan KOKORO ke dalam tubuh Kai *coughvocaloidsmcoughcough* dan hati nurani Kai segera menyadari untuk apa dia diciptakan ketika melihat Nagini yang nyaris terbunuh. Tapi secara umum, dia nggak mungkin membantah perintah Icha. Jadi, dia membunuh dirinya sendiri. Wew. I love death.

Walaupun begitu, satu hal masih gw pikirin tentang DNK. Endingnya. Yang jelas sih Nagini dkk memenangkan pertarungan, tapi nasib Icha dan Ryuuji? Apakah mereka berdua terbunuh, masuk penjara, atau dimaafkan? Kalau terbunuh, berarti ide gw soal Delta No Kira 2: The Spider's Rebellion gak mungkin terlaksana, karena di cerita itu Icha dan Ryuuji terpaksa kerjasama dengan Nagini dkk untuk membunuh Tarantula. Kalo DNK 2 mau dibikin, Icha tak bikin mati ^^ *ditusuk Luka* Kalo dimaafkan, kok kayaknya gak rasional ya. Bagaimanapun, perang besar-besaran di Delta HQ pasti akan segera diketahui oleh penduduk Cittagazze. Dan mana mungkin Nagini dkk ngebawa Icha dan Ryuuji kabur cuma karena Nagini memaafkan mereka berdua? Nagini ikut jadi buronan dong. Penduduk Cittagazze udah gedeg sama Icha dan Ryuuji.

Jadi pribadi gw sih milih mereka masuk penjara, tapi bakalan gw pikirin sesuatu supaya endingnya lebih berkelas daripada sekedar "pembalasan dendam" yang kacangan. Atau mungkin gw tanya Luka aja? Entahlah. Yang jelas sih gw pengin lw, Luka, kalo lw ngebaca ini, gw pengin tahu pendapat lw. Bagaimanapun lw nolak gw kayak apa, gw masih mengormati lw sebagai pemilik OC-OC lw yang gw pinjem dan gw minta pendapat lw untuk endingnya. Seperti apa ending yang lw inginkan? Jangan nulis disini, bagaimanapun nama lw masih tertera di Danger List (lagian, gw rasa lw cukup pinter buat nggak nulis disini. MASTERspy bisa muntab). Tulis aja something di blog lw, seperti lw masukkin "fanart" Kai. Kalo nggak mau nggak apa-apa, sih...gw usaha sendiri kalo gitu. Yah, gw agak lelah kerja sendiri, gw butuh dua otak buat ngerjain ini.

Okeh. Gw lagi pengen ngerjain The Unbreakable Chain yang baru lagi, tapi kok males ya. Lagi males bikin chain-yang-melilit-sana-sini. Pada akhirnya, gw bikin Angel and Demon aja--Nagini angelic, Icha demonic. Hahahaha LOL. Yang Nagini belom dibikin, tapi yang Icha udah selese. Anjrit...jadi beda banget. Jadi keliatan cewek. Oh noes.

Udah gitu bikin baju semi-gothic lolita buat Icha itu susah mampus.

Renda itu laknat. LAKNAT ANAK MUDA.

*injek-injek gambar sendiri* *ngesot*

Pengen bikin Nagini kok males ya. Duh nanti aja ahh. Gw mau pacaran sama Iguana dulu.

*dilempar pembaca*

Sabtu, 04 Juli 2009

Iguana, PSP, And The Last Thing I've To Do

Halo, guys, long time no see =w= *ditabok*

Okeh, ada banyak yang mesti ditulis--meskipun gw gak tahu bakalan nulis panjang ato nggak, lagi ngebet maen game online neh. Yah, yang pertama-tama, Iguana.

Gw gak tahu dia itu otaknya ditaroh dimana, tapi Iguana ternyata udah bikin FB dan dia menggunakannya untuk ngedeketin temen-temen skul gw. Termasuk orang yang bukan temen gw sih, si Luka. Gw gak tahu isi pikirannya apa. Dan dia juga ngelarang gw nanya-nanya soal apa yang dia obrolin. Sabuduk. Dia bilang dia pengen mendekat secara pribadi sama Luka--bukan buat mempengaruhi Luka, tapi buat mengetahui seperti apa orang yang udah bikin hancur seorang Sasha Kieselstein. Buset.

Kedua, PSP. Gak penting banget sih. Gw lagi addict sama PSP, dan sekarang udah namatin--entah untuk yang ke berapa kali--LocoRoco yang seru dan top abis =w= *dibejek* Dan sekarang lagi nyari LocoRoco 2. Gw pengen tahu tentang LocoRoco 3, kalo ada yang tahu kasih tahu gw ya? :D

Ketiga, yang lebih serius, MASTERplan.

Berapa post udah gw tulis dan gw gak nyinggung apa-apa lagi tentang MASTERplan seakan rencana busuk itu nggak pernah diciptakan. Gw sedang mencoba menganggap begitu. Akhir-akhir ini gw berusaha keras menghapus seluruh "mata" yang gw pasang dimana-mana, membatalkan semua perintah yang pernah diinput, dan yang paling susah melupakan seakan gw gak kenal sama yang namanya Luka. Berhasil sih, akhir-akhir ini gw berhasil membenci dia dengan penuh cinta *oposeh* yah susah deh ngejelasinnya, yang jelas sekarang nggak ada masalah lagi, deh. Semuanya udah fix. MASTERplan menang, Anti-MASTERplan dibatalkan dan dipadamkan permanen, spinner's end.

Kemarin malam, gw sendirian di kamar yang digelapkan, menatap nyalang ke arah langit-langit kamar.

Sudah selesai. Semuanya sudah selesai. Tak ada yang perlu diatur lagi. Gw sudah memberikan perintah kepada MASTERspy untuk berhenti mengawasi Luka dan mencabut "device penyadap", segalanya runtuh di depan mata gw. Kegagalan terbesar dalam sejarah AR, karena gw menyerah. Memalukan, gw tahu, tapi gw nggak akan sanggup menghadapi situasi dimana gw harus jadi tsundere seumur hidup. Berat. Gw memilih menyerahkan kemenangan pada tangan Luka dan turun dari podium, membiarkan anak-anak lain yang mengawasi perdebatan kami dari bawah panggung melihat apa yang telah Luka lakukan pada gw. Menghancurkan gw dari dalam, tinggal sisi kopong tak bersisa yang terbuat dari lilin, kosong dan tak bernyawa, walau kelihatan setegar marmer.

Tapi paling tidak gw menutup semuanya dengan elegan. Semua kenangan sudah terhapus dan gw mendapati diri sendiri mampu mengikuti apa yang diperintahkan MASTERplan. Daripada ribut-ribut dan membangun penentang, mending ngikut rencana induknya, toh? Gw gak maafin dia dan nggak akan pernah maafin dia, dan itu adalah hal yang diinginkan MASTERplan. Gw akhirnya bisa menerima--gw bisa melupakan.

Gw memejamkan mata.

Jaa ne.